PANDANGAN ISLAM TENTANG SENI DAN BUDAYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Islam merupakan agama
yang luas dan fleksibel. Islam mengkaji banyak hal. Kajian ilmu dalam islam
tidak hanya pada inti ajaran islam itu sendiri, melainkan juga pada ilmu lain
yang relevan terhadap ajaran islam. Semua aspek dan hal dalam kehidupan manusia
diatur oleh islam. Cakupan kajian islam sangatlah luas karena tidak ada satupun
hal yang tidak diatur dan dibahas dalam islam, mulai dari keindahan dalam hal
ini seni dan budaya, ilmu pengetahuan, hingga cara berpikir dengan filsafat.
Islam agama yang mencintai keindahan sehingga dalam islam terdapat aspek
hubungan islam dengan seni dan budaya. Islam merupakan agama yang berkembang,
fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Namun hal ini perlu
dipikirkan secara lebih mendasar, logis dan menyeluruh sehingga perkembangan
yang terjadi tidak bertentangan dengan inti ajaran islam. Islam adalah agama
yang sangat menghargai seni. Hampir dalam setiap masa penyebaran islam
diberbagai belahan dunia, seni selalu dianggap sebagai cara dakwah yang paling
tepat. Karena masyarakat akan lebih mudah memahami nilai-nilai yang dibawa oleh
agama islam melalui seni tanpa perlu ada kekerasan. Setelah agama islam
diterima hampir diseluruh dunia, timbul lah banyak jenis kebudayaan islam.
Jenis kebudayaan disetiap daerah berbeda-beda. Namun, saat ini seluruh
kebudayaan islam tersebut telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan
dan semakin baik. Hal yang sangat mempengaruhi perkembangan kebudayaan islam
adalah adanya konsep pengembangan budaya islam. Kebudayaan Islam adalah
peradaban yang berdasarkan pada nilai-nilai ajaran islam. Nilai kebudayaan
Islam dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang lahir di bidang ilmu pengetahuan
agama dan bidang sains dan teknologi. Semua itu di ilhami oleh ayat-ayat Al
Quran dan sunnah.
Islam adalah
agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia sebagai
rahmatan lil alamin atau rahmat bagi alam semesta. Hal itu membuat ajaran Islam
tampil sebagai solusi dari segala permasalahan yang menimpa umat manusia.
Upaya Islam sebagai agama rahmatan lil alamin dibuktikan dengan peran
wali songo yang begitu besar dalam penyebaran Islam khususnya di pulau Jawa.
Salah satu cara yang digunakan wali songo adalah pendekatan melalui kebudayaan,
misalnya kesenian. Hal itu menunjukkan bahwa wali songo mengutamakan jalan yang
menjadikan masyarakat tertarik dan sarat dengan ajakan yang baik daripada
mengedepankan hal-hal yang bersifat normatif dan tekstual. Islam adalah agama
yang diturunkan kepada manusia sebagai rahmat bagi alam semesta dan selalu
membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini.
1.2 Rumusan
masalah
Kata agama
dan kebudayaan merupakan dua kata yang seringkali bertumpang tindih, sehingga
mengaburkan pamahaman kita terhadap keduanya. Banyak pandangan yang menyatakan
agama merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan
kebudayaan merupakan hasil dari agama. Hal ini seringkali membingungkan ketika
kita harus meletakan agama (Islam) dalam konteks kehidupan
kita sehari-hari. Seni dan kebudayaan dalam islam juga
memiliki berbagai macam ragam dan corak yang berbeda-beda. Dari sini kami
akan merumuskan permasalahan dalam pembahasan yaitu :
1. Apa
pengertian dan hakikat seni dan budaya dalam islam?
2. Apa wujud
kebudayaannya?
3. Bagaimana
prinsip-prinsip kebudayaan islam?
4. Bagaimana
hubungan antara agama dan budaya?
5. Apa saja
seni dan budaya islam?
6. Bagaimana
nilai islam dalam budaya Indonesia?
7. Bagaimana hubungan islam
dengan budaya lokal?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui seni dan kebudayaan dalam islam secara lebih mendalam. Selain itu
untuk sebuah pemikiran dasar tentang apa dan bagaimana seni dan budaya islam berkembang
sekarang.
1.4 Manfaat
Manfaat dari
pembuatan makalah ini adalah :
1. Memperoleh
pengetahuan dan wawasan mengenai seni dan budaya dalam islam.
2. Memahami
seni dan kebudayaan islam.
3.
Menerapkan seni dan budaya islam yang sedang berkembang.
1.5. Ruang Lingkup
Ruang
lingkup seni dan budaya dalam islam berkaitan dengan seni dan budaya yang
sedang berkembang saat ini. Jadi, seni dan budaya dalam islam memiliki segenap
aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam perkembangannya serta memiliki
batasan-batasan yang telah terdapat dalam al quran dan hadist. Ruang lingkup
seni budaya dalam islam dapat di tinjau dari berbagai perspektif yang akan
dijelaskan dalam pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Seni Dan Budaya Dalam Islam
Secara umum
kata atau term seni berarti
‘halus’(dalam rabaan) ‘kecil dan halus’, tipis dan halus’, ‘lembut dan enak
(didengar), ‘mungil dan elok’(tubuh), ‘sifat halus’. Secara etimologis
seni dapat didefinisikan sebagai
kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bermutu tinggi (Kamus, 1990 :
816). Ukuran tinggi itu jika orang lain bisa mengatakan indah, kagum, atau luar biasa terhadap ciptaan tersebut.
Sedangkan kebudayaan
berasal dari kata Sansekerta, buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang
berarti budi atau akal. Demikianlah kebudayaan itu dapat diartikan “hal-hal
yang bersangkutan dengan akal”. Dalam bahasa Arab terdapat istilah al tsaqafah
dan al hadlarah. Para ahli sosial cenderung berpendapat bahwa kata al tsaqafah
merujuk pada aspek ide, sedangkan kata al hadlarah menunjuk kepada aspek
material. Maka, al hadlarah lebih tepat diterjemahkan sebagai culture.
Kebudayaan mengandung pengertian meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum, dan adat istiadat dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari
anggota masyarakat (Munandar Soelaiman, 1992 dalam Zakky Mubarak, 2010).
Menurut
Koentjaraningrat wujud kebudayaan meliputi :
1. Wujud Ideal
Wujud ideal merupakan ide-ide, norma, peraturan, hukum dan sebagainya.
2. Wujud Tingkah Laku
Wujud tingkah laku
berupa aktifitas tingkah laku berpola dari manusia dalam masyarakat. Pola
tingkah laku yang mendasar dan dimaksudkan dalam ajaran Islam meliputi hal-hal
sebagai berikut :
ü Ketakwaan, beriman,
cinta dan takut kepada Allah SWT.
ü Penyerahan diri.
ü Kebenaran menciptakan
pola tingkah laku setia pada realita atau suatu pendekatan realistis terhadap
kehidupan dan ketulusan.
ü Keadilan baik
terhadap diri sendiri, maupun orang lain atau makhluk lain.
ü Cinta terhadap
makhluk tuhan.
ü Hikmah mendorong
seseorang untuk menumbuhkan tingkah laku berdasarkan keilmuan.
ü Keindahan membuahkan
kemanisan, kelembutan dan keluwesan yang muncul dalam moral dan kebiasaan.
3. Wujud Benda
Wujud benda merupakan
hasil karya. Peradaban sering disebut untuk kebudayaan yang memiliki sistem
teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan sebagainya. Maka
peradaban adalah bagian dari kebudayaan, tapi tidak sebaliknya.
Menurut J.J Hoeningman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga gagasan,
menjadi gagasan, aktivitas dan artefak.
1. Gagasan (Wujud
Ideal)
Wujud ideal
kebudayaan adalah kebudayaan yang terbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak, tidak
dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala
atau di dalam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu
berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat
tersebut.
2. Aktivitas
(Tindakan)
Aktivitas adalah
wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang
berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan
sehari-hari dan dapat diamati serta didokumentasikan.
3. Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud
kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktifitas, perbuatan dan karya semua
manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,
dilihat dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret dari ketiga wujud
kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, antara wujud kebudayaan yang satu tidak
bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh : wujud
kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya
(artefak) manusia.
Menurut Zakky Mubarrak, dilihat dari dimensi wujud, kebudayaan dibagi menjadi
tiga bagian yaitu :
1. Kompleks gagasan, konsep,
dan fikiran manusia. Wujud dari budaya ini masih abstrak, tidak kasat mata, dan
berada pada jiwa manusia.
2. Kompleks aktivitas
berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat konkrit, kasat
mata, dapat diamati dan diobservasi. Wujudnya sering disebut sistem sosial.
3. Wujud kebudayaan berupa
benda. Aktivitas manusia yang saling berinteraksi dipastikan selalu menggunakan
sarana dan peralatan, sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya.
Aktivitas dari karya manusia tersebut menghasilkan berbagai macam benda.
Benda-benda itu bisa berwujud benda bergerak atau benda yang tidak bergerak.
Unsur-unsur kebudayaan terdiri dari tujuh macam, yaitu :
Ø
Bahasa,
Ø
Sistem teknologi,
Ø
Sistem mata pencaharian,
Ø
Organisasi sosial,
Ø
Sistem pengetahuan,
Ø
Religi,
Ø
Kesenian.
Sedangkan jika kita
membahas masalah seni, seni merupakan bagian dari kebudayaan yang menekankan
pada persoalan nilai kehidupan. Seni merupakan ekspresi dari jiwa yang halus
dan indah yang lahir dari bagian yang terdalam dari jiwa manusia yang didorong
oleh kecenderungan pada keindahan. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia
atau fitrah yang dianugerahkan Tuhan. Seni dikaitkan dengan keindahan, bagus,
cantik, elok, molek, dan sebagainya. Segala sesuatu yang memiliki keindahan
merupakan hasil seni. Seni ada yang bersal dari hasil karya manusia ada pula
yang bersifat alamiah. Seni selalu berusaha memberikan makna yang sepenuhnya
mengenai obyek yang diungkapkan. Keindahan juga bersifat universal, maksudnya
tidak terikat oleh selera individu, waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan
atau lokal (Ismala Dewi dkk, 2009 dalam Zakky Mubarak, 2010). Agama Islam
mendukung kesenian selama tidak melenceng dari nilai-nilai agama. Kesenian
dalam Islam diwujudkan dalam seni bangunan, arsitektur, lukis, ukir, suara,
tari, dan lain-lain.
Aspek seni dapat
dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : visual arts dan performing
arts, yang mencakup seni rupa (melukis, memahat, mengukir), seni
pertunjukan (tari, musik), seni teater (drama, wayang), seni arsitektur (rumah
dan bangunan). Aspek ilmu pengetahuan meliputi science (ilmu-ilmu
eksakta) dan humaniora (sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah).
Dari
ENSIKLOPEDI INDONESIA (lihat “Ensiklopedi Indonesia” PT. Ikhtiar Baru –
Van Hoeve, Jakarta. Jilid V halaman 3080 dan 3081). dipetik bahwa definisi
seni yaitu penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan
dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh
indera pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan
perantaraan gerak (seni tari, drama).beberapa jenis seni estetika (Seni
estetika adalah seni halus (fine art) yang meliputi seni lukis, pahat, bina
tari, musik, pentas, film, dan kesusasteraan. Pengertian halus di sini karena
ia mewujūdkan melalui perasaan) yaitu seni musik, seni suara, dan seni
tari.
1. SENI MUSIK.
Seni musik (instrumental
art) adalah bidang seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama
yang keluar dari alat musik tersebut. Bidang ini membahas cara menggunakan
instrumen musik. Masing-masing alat musik memiliki nada tertentu. Di samping
itu seni musik, misalnya musik vokal dan musik instrumentalia.
Seni musik dapat disatukan dengan
seni instrumental atau seni vokal. Seni instrumentalia adalah seni suara yang
diperdengarkan melalui media alat-alat musik, sedangkan seni vokal adalah
melagukan syair yang hanya dinyanyikan dengan perantaraan oral (suara saja)
tanpa iringan intrusmen musik.
2. SENI PENDENGARAN.
Seni pendengaran (auditory
art) adalah bidang seni yang menggunakan suara (vokal maupun instrumental)
sebagai medium pengutaraan, baik dengan alat-alat tunggal (biola, piano dll)
maupun dengan alat majemuk seperti orkes simponi, band, juga lirik puisi
berirama atau prosa yang tidak berirama, serta perpaduan nada dan kata seperti
lagu asmara, qashīdah dan tembang (jawa). Seni inilah yang menjadi topik
bahasan.
3. SENI TARI.
Seni
tari adalah seni menggerakkan tubuh secara berirama dengan iringan musik.
Gerakannya dapat sekadar dinikmati sendiri, merupakan ekspresi suatu gagasan
atau emosi, dan cerita (kisah). Seni tari juga digunakan untuk mencapai
ekskatase (semacam mabuk atau tak sadar diri) bagi yang melakukannya.
2.2 Pandangan Islam Terhadap Seni dan Budaya
Seni menurut Islam
hakikatnya sebuah refleksi dan ekspresi dari berbagai cita rasa, gagasan dan
ide sebagai media komunikasi yang bergaya estetis untuk menggugah citarasa
inderawi dan kesadaran manusiawi dalam memahami secara benar berbagai fenomena,
panorama dan aksioma yang menyangkut dimensi alam, kehidupan, manusia dan
keesaan/keagungan rabbani berdasarkan konsepsi ilahi dan nilai-nilai fitri yang
tertuang dan tersajikan dalam bentuk suara/ucapan, lukisan/tulisan, gerak dan
berbagai implementasi dan apresiasi lainnya.
Seni realitanya sebagai suatu media komunikasi, interpretasi, sekaligus kreasi.
Maka dalam menilai sebuah apresiasi seni tidak dapat dielakkan dari unsur-unsur
dan dimensi-dimensi integralnya yang menyangkut; keyakinan, ideologi, motivasi,
pola pikir, kepekaan, kepedulian, arah dan tujuan di samping aspek gaya dan
estetikanya.
Oleh karenanya, tiada satu pun bentuk apresiasi dan karya seni yang bebas
nilai. Maka dalam menilai satu seni sebagai seni Islam diperlukan kriteria dan
rambu-rambu syariah yang jelas sehingga dapat mudah membedakan dan
memilahkannya dari kesenian jahiliah meskipun bernama ataupun menyebut lafal
keislaman.
Masyarakat kaum Muslimīn dewasa ini umumnya
menghadapi kesenian sebagai suatu masalah hingga timbul berbagai pertanyaan,
bagaimana hukum tentang bidang yang satu ini, boleh, makrūh atau harām? Di
samping itu dalam praktek kehidupan sehari-hari, sadar atau tidak, mereka juga
telah terlibat dengan masalah seni. Bahkan sekarang ini bidang tersebut telah
menjadi bagian dari gaya hidup mereka dan bukan hanya bagi yang
berdomisilli (bertempat kediaman tetap; bertempat kediaman resmi) di
kota. Umat kita yang berada di desa dan di kampung pun telah
terasuki.(penetrate, possess).
Media elektronika seperti radio, radiokaset,
televisi, dan video telah menyerbu pedesaan. Media ini telah lama mempengaruhi
kehidupan anak-anak mudanya. Kehidupan di kota bahkan lebih buruk lagi.
Tempat-tempat hiburan (ma‘shiat) seperti “night club”, bioskop dan panggung
pertunjukkan jumlahnya sangat banyak dan telah mewarnai kehidupan
pemuda-pemudanya.
Sering kita melihat anak-anak muda berkumpul di rumah
teman-temannya. Mereka mencari kesenangan dengan bernyanyi, menari bersama
sambil berjoget tanpa mempedulikan lagi hukum halāl-harām. Banyak di antara
mereka yang berpikir bahwa hidup itu hanya untuk bersenang-senang, jatuh cinta,
pacaran, dan lain-lain.
Adapun berbagai macam pandangan para ulama’ pada seni, antara lain
;
1.
Imām Asy-Syaukānī, dalam kitabnya NAIL-UL-AUTHĀR
menyatakan sebagai berikut (Lihat Imām Asy-Syaukānī, NAIL-UL-AUTHĀR,
Jilid VIII, hlm. 100-103):
a.
Para ‘ulamā’ berselisih pendapat tentang hukum
menyanyi dan alat musik. Menurut mazhab Jumhur adalah harām, sedangkan mazhab
Ahl-ul-Madīnah, Azh-Zhāhiriyah dan jamā‘ah Sūfiyah memperbolehkannya.
b.
Abū Mansyūr Al-Baghdādī (dari mazhab Asy-Syāfi‘ī)
menyatakan: “‘ABDULLĀH BIN JA‘FAR berpendapat bahwa menyanyi dan musik itu
tidak menjadi masalah. Dia sendiri pernah menciptakan sebuah lagu untuk
dinyanyikan para pelayan (budak) wanita (jawārī) dengan alat musik seperti
rebab. Ini terjadi pada masa Amīr-ul-Mu’minīn ‘Alī bin Abī Thālib r.a.
c.
Imām Al-Haramain di dalam kitābnya AN-NIHĀYAH menukil
dari para ahli sejarah bahwa ‘Abdullāh bin Az-Zubair memiliki beberapa jāriyah
(wanita budak) yang biasa memainkan alat gambus. Pada suatu hari Ibnu ‘Umar
datang kepadanya dan melihat gambus tersebut berada di sampingnya. Lalu Ibnu
‘Umar bertanya: “Apa ini wahai shahābat Rasūlullāh? ” Setelah diamati sejenak,
lalu ia berkata: “Oh ini barangkali timbangan buatan negeri Syām,” ejeknya.
Mendengar itu Ibnu Zubair berkata: “Digunakan untuk menimbang akal manusia.”
d.
Ar-Ruyānī meriwayatkan dari Al-Qaffāl bahwa mazhab
Maliki membolehkan menyanyi dengan ma‘āzif (alat-alat musik yang berdawai).
e.
Abū Al-Fadl bin Thāhir mengatakan: “Tidak ada
perselisihan pendapat antara ahli Madīnah tentang, menggunakan alat gambus.
Mereka berpendapat boleh saja.”
f.
Ibnu An Nawawi di dalam kitabnya AL-‘UMDAH mengatakan
bahwa para shahābat Rasūlullāh yang membolehkan menyanyi dan mendengarkannya
antara lain ‘Umar bin Khattāb, ‘Utsmān bin ‘Affān, ‘Abd-ur-Rahmān bin ‘Auf,
Sa‘ad bin Abī Waqqās dan lain-lain. Sedangkan dari tābi‘īn antara lain Sa‘īd
bin Musayyab, Salīm bin ‘Umar, Ibnu Hibbān, Khārijah bin Zaid, dan lain-lain.
2.
Abū Ishāk Asy-Syirāzī dalam kitābnya AL-MUHAZZAB (Lihat
Abū Ishāk Asy-Syirāzī, AL-MUHAZZAB, Jilid II, hlm. 237)berpendapat:
a.
Diharāmkan menggunakan alat-alat permainan yang
membangkitkan hawa nafsu seperti alat musik gambus, tambur (lute), mi‘zah
(sejenis piano), drum dan seruling.
b.
Boleh memainkan rebana pada pesta perkawinan dan
khitanan. Selain dua acara tersebut tidak boleh.
c.
Dibolehkan menyanyi untuk merajinkan unta yang sedang
berjalan.
d.
Al-Alūsī dalam tafsīrnya RŪH-UL-MA‘ĀNĪ (Lihat
Al-Alūsī dalam tafsīrnya RŪH-UL-MA‘ĀNĪ, Jilid XXI, hlm. 67-74).
e.
Al-Muhāsibi di dalam kitābnya AR-RISĀLAH berpendapat
bahwa menyanyi itu harām seperti harāmnya bangkai.
f.
Ath-Thursusi menukil dari kitāb ADAB-UL-QADHA bahwa
Imām Syāf‘ī berpendapat menyannyi itu adalah permainan makrūh yang menyerupai
pekerjaan bāthil (yang tidak benar). Orang yang banyak mengerjakannya adalah
orang yang tidak beres pikirannya dan ia tidak boleh menjadi saksi.
g.
Al-Manawi mengatakan dalam kitābnya:
ASY-SYARH-UL-KABĪR bahwa menurut mazhab Syāfi‘ī menyanyi adalah makrūh tanzīh
yakni lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan agar dirinya lebih
terpelihara dan suci. Tetapi perbuatan itu boleh dikerjakan dengan syarat ia
tidak khawatir akan terlibat dalam fitnah.
h.
Dari murīd-murīd Al-Baghāwī ada yang berpendapat bahwa
menyanyi itu harām dikerjakan dan didengar.
i.
Ibnu Hajar menukil pendapat Imām Nawawī dan Imām Syāfi‘ī
yang mengatakan bahwa harāmnya (menyanyi dan main musik) hendaklah dapat
dimengerti karena hāl demikian biasanya disertai dengan minum arak, bergaul
dengan wanita, dan semua perkara lain yang membawa kepada maksiat. Adapun
nyanyian pada saat bekerja, seperti mengangkut suatu yang berat, nyanyian orang
‘Arab untuk memberikan semangat berjalan unta mereka, nyanyian ibu untuk
mendiamkan bayinya, dan nyanyian perang, maka menurut Imām Awzā‘ī adalah sunat.
j.
Jamā‘ah Sūfiah berpendapat boleh menyanyi dengan atau
tanpa iringan alat-alat musik.
Sebagian ‘ulamā’
berpendapat boleh menyanyi dan main alat musik tetapi hanya pada
perayaan-perayaan yang memang dibolehkan Islam, seperti pada pesta pernikahan,
khitanan, hari raya dan hari-hari lainnya.
k.
Al-‘Izzu bin ‘Abd-us-Salām berpendapat, tarian-tarian
itu bid‘ah. Tidak ada laki-laki yang mengerjakannya selain orang yang kurang
waras dan tidak pantas, kecuali bagi wanita.Adapun nyanyian yang baik dan
dapat mengingatkan orang kepada ākhirat tidak mengapa bahkan sunat dinyanyikan.
l.
Imām Balqinī berpendapat tari-tarian yang dilakukan di
hadapan orang banyak tidak harām dan tidak pula makrūh karena tarian itu hanya
merupakan gerakan-gerakan dan belitan serta geliat anggota badan. Ini
telah dibolehkan Nabi s.a.w. kepada orang-orang Habsyah di dalam masjid pada
hari raya.
m.
Imām Al-Mawardī berkata: “Kalau kami mengharamkan
nyanyian dan bunyi-bunyian alat-alat permainan itu maka maksud kami adalah dosa
kecil bukan dosa besar.”
3.
‘ABD-UR-RAHMĀN AL-JAZARĪ di dalam kitabnya AL-FIQH ‘ALĀ
AL-MADZĀHIB-IL ARBA‘A(Lihat ‘Abd-ur-Rahmān Al-Jazarī, AL-FIQH ‘ALĀ
AL-MADZĀHIB-IL ARBA‘A, Jilid II, hlm. 42-44)mengatakan:
a.
‘Ulamā’-‘ulamā’ Syāfi‘iyah seperti yang diterangkan
oleh Al-Ghazali di dalam kitab IHYA ULUMIDDIN. Beliau berkata: “Nash nash syara’
telah menunjukkan bahwa menyanyi, menari, memukul rebana sambil bermain dengan
perisai dan senjata-senjata perang pada hari raya adalah mubah (boleh) sebab
hari seperti itu adalah hari untuk bergembira. Oleh karena itu hari bergembira
dikiaskan untuk hari-hari lain, seperti khitanan dan semua hari kegembiraan
yang memang dibolehkan syara’.
b.
Al-Ghazali mengutip perkataan Imam Syafi’i yang
mengatakan bahwa sepanjang pengetahuannya tidak ada seorangpun dari para ulama
Hijaz yang benci mendengarkan nyanyian, suara alat-alat musik, kecuali bila di
dalamnya mengandung hal-hal yang tidak baik. Maksud ucapan tersebut adalah
bahwa macam-macam nyanyian tersebut tidak lain nyanyian yang bercampur dengan
hal-hal yang telah dilarang oleh syara’.
c.
Para ulama Hanfiyah mengatakan bahwa nyanyian yang
diharamkan itu adalah nyanyian yang mengandung kata-kata yang tidak baik (tidak
sopan), seperti menyebutkan sifat-sifat jejaka (lelaki bujang dan perempuan
dara), atau sifat-sifat wanita yang masih hidup(“menjurus” point, lead in
certain direction, etc.). Adapun nyanyian yang memuji keindahan bunga, air
terjun, gunung, dan pemandangan alam lainya maka tidak ada larangan sama
sekali. Memang ada orang orang yang menukilkan pendapat dari Imam Abu Hanifah
yang mengatakan bahwa ia benci terhadap nyanyian dan tidak suka
mendengarkannya. Baginya orang-orang yang mendengarkan nyanyian dianggapnya
telah melakukan perbuatan dosa. Di sini harus dipahami bahwa nyanyian yang
dimaksud Imam Hanafi adalah nyanyian yang bercampur dengan hal-hal yang
dilarang syara’.
d.
Para ulama Malikiyah mengatakan bahwa alat-alat
permainan yang digunakan untuk memeriahkan pesta pernikahan hukumnya boleh.
Alat musik khusus untuk momen seperti itu misalnya gendang, rebana yang tidak
memakai genta, seruling dan terompet.
e.
Para ulama Hanbaliyah mengatakan bahwa tidak boleh
menggunakan alat-alat musik, seperti gambus, seruling, gendang, rebana, dan
yang serupa dengannya. Adapun tentang nyanyian atau lagu, maka hukumnya boleh.
Bahkan sunat melagukannya ketika membacakan ayat-ayat Al-Quran asal tidak
sampai mengubah aturan-aturan bacaannya.
2.3 Prinsip-Prinsip Kebudayaan Islam
Sendi perumusan prinsip-prinsip kebudayaan islam antara lain :
1. Sumber
segala sesuatu adalah Allah karena dari-Nya berasal semua ciptaan.
2. Diembankan
amanah khalifah kepada manusia.
3. Manusia
diberi potensi yang lebih dibanding makhluk lainnya.
4. Ditundukkan
ciptaan Allah yang lain kepada manusia, baik tanah, air, angin, tumbuhan dan
hewan.
5. Dinyatakan
bahwa semua fasilitas dan amanah tersebut akan diminta pertanggungjawabannya
kelak.
Dengan berbagai kelebihan dan fasilitas yang diberikan oleh Allah kepada
manusia, beserta tanggung jawab atas semua itu, manusia melahirkan berbagai ide
dan muncul keinginan untuk selalu berbuat dan berkarya. Dan pada puncaknya,
manusia akan menghasilkan apa yang disebut dengan kebudayaan. Prinsip-prinsip
yang diperlukan untuk menghasilkan kebudayaan yang Islami antara lain :
1.
Dibangun
atas dasar nilai-nilai Illahiyah.
2.
Munculnya
sebagai pengembangan dan pemenuhan kebutuhan manusia.
3.
Sasaran
kebudayaan adalah kebahagiaan manusia, keseimbangan alam dan penghuninya.
4.
Pengembangan
ide, perbuatan dan karya, dituntut sesuai kemampuan maksimal manusia.
5.
Keseimbangan
individu, sosial dan anatara makhluk lain dengan alam merupakan cita tertinggi
dari kebudayaan.
Prinsip kebudayaan dalam Islam adalah suatu di antara dua alternatif. Sepanjang
sejarah umat manusia, kebudayaan hanya mempunyai dua model yaitu “membangun”
atau “merusak”. Kedua model itu hidup dan berkembang dan saling bergantian
(Al-Anbiya : 104). Selain itu prinsip kebudayaan dalam pandangan Islam adalah
adanya ruh (jiwa) di dalamnya dan ruh itu tidak lain adalah wahyu Allah
(Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul-Nya), seperti yang telah di nyatakan oleh surat
Asy-Syuraa : 52-53. Jika ruh kebudayaan adalah wahyu Allah, maka kebudayaan
bergerak ke arah kemajuan atau membangun. Dan sebaliknya jika ruh kebudayaan
bukan berasal dari wahyu Allah maka arah kebudayaan ialah akan merusak.
2.4 Pengaruh
Dan Nilai Seni Dan Budaya Terhadap Islam
Diantara kaedah -
kaedah (rambu-rambu) yang menjadi kriteria seni dalam islam tersebut, menurut
Yusuf al-Qaradhawi, adalah :
v
Harus mengandung pesan-pesan kebijakan dan ajaran
kebaikan diantara sentuhan estetikanya agar terhindar laghwun (perilaku
absurdisme, hampa, sia-sia),
v
Menjaga dan menghormati nilai -nilai susila islam
dalam pertunjukannya,
v
Tetap menjaga aurat dan menghindari erotisme dan
keseronokan,
v
Menghindari semua syair, teknik, metode, sarana dan
instrumen yang diharamkan syari'at terutama yang meniru gaya khas ritual
religius agama lain (tasyabbuh bil kuffar) dan yang menjurus
kemusyrikan,
v
Menjauhi kata-kata, gerakan, gambaran yang tidak
mendidik atau meracuni fitrah,
v
Menjaga disiplin dan prinsip hijab,
v
Menghindari perilaku takhnnus (kebancian),
v
Menghindari fitnah dan prkatek kemaksiatan dalam
penyajian dan pertunjukannya,
v
Dilakukan dan dinikamti sebatas keperluan dan menghindari
berlebihan (israf dan tabdzir) sehingga melalaikan kewajiban kepada Allah.
Menurut islam seni bukan sekedar untuk seni yang absurb dan hampa nilai (laghwun).
Keindahan bukan berhenti pada keindahan dan kepuasan estetis, sebab semua
aktifitas hidup tidak terlepas dari lingkup ibadah yang universal. Seni islam
harus memiliki semua unsur pembentuknya yang penting yaitu ; jiwany,
prinsipnya, metode, cara penyampaiannya, tujuan dan sasaran. Motovasi seni
islam adalah spirit ibadah kepada Allah swt, bukan mencari popularitas ataupun
materi duniawi semata. Seni islam harus memiliki risalah dakwah melalui sajian
seninya yaitu melalui tiga pesan :
a. Ketauhidan
: dengan menguak dan mengungkap kekuasaan, keagungan dan transendensi
(kemahaannya) dalam segala-galanya, ekspresi dan penghayatan keindahan alam,
ketakberdayaan manusia dan ketergantungannya terhadap Allah, prinsip-prinsip
uluhiyah dan 'ubudiyah.
b. Kemanusiaan
dan penyelamatan HAM serta memelihara lingkungan : seperti mengutuk kedzaliman/penindasan,
penjajahan, perampasan hak, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, memberantas
kriminalitas, kejahatan, kebodohan, kemiskinan, perusakan lingkungan hidup,
menganjurkan keadilan, kasih sayang, kepedulian sosial-alam dsb.
c. Akhlak
dan Kepribadian Islam : seperti pengabdian, kesetiaan, kepahlawanan atau
kesatriaan, solidaritas, kedermawanan, kerendahan hati, keramahan,
kebijaksanaan, perjuang atau kesungguhan, keikhlasan, dst. Juga penjelasan
nilai-nilai keislaman dalam berbagai segi menyangkut keluarga dan
kemasyarakatan, pendidikan, ekonomi, dan politik.
Puncak dari manifestasi seni islam adalah al-Quran. Maka dari itu ukuran jiwa
seni bagi setiap muslim itu adalah seberapa besar kesadaran dan penghayatan
nilai-nilai al-Quran tersebut menumbuhkan kesadaran terhadap ayat-ayat Tuhan
lainnya, yakni jagad raya ini (ayat kauniyah). Artinya, estetika dan harmoni
seni islam tidak saja diwarnai oleh nilai-nilai al-Quran, lebih jauh seni islam
terhampar pada gelaran jagad raya yang tiada cacatnya. Semuanya Allah ciptakan
dengan kecermatan yang sempurna, tidak ada segi dan unsurnya yang sia-sia atau
kerancuan (bathilah), semua serba melengkapi dan mendukung membentuk kesatuan
fitrah panorama yang indah (Q.s. Ali 'Imran/3:190-191).
Islam masuk ke
indonesia lengkap dengan budayanya. Oleh karena islam besar dari negeri arab,
maka islam yang masuk ke Indonesia, dirasakan sangat sulit membedakan mana
ajaran islam dan mana budaya Arab. Masyarakat awam menyamakan antara perilaku
yang ditampilkan orang arab dengan perilaku ajaran islam. Seolah-olah apa yang
dilakukan orang arab masih melekat pada tradisi masyarakat Indonesia.
Dalam perkembangan dakwah islam di Indonesia, pada da'i mendakwahkan ajaran
islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan para wali di tanah jawa.
Kehebatan para wali adalah kemampuannya dalam mengemas ajaran islam dengan
bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai islam
telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Lebih jauh lagi nilai-nilai islam sudah menjadi bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kebudayaan mereka. Seperti dalam upacara-upacara adat dan dalam
penggunaan bahasa sehari-hari. Bahasa arab sudah banyak masuk ke dalam bahasa
daerah, bahkan ke dalam bahasa Indonesia yang baku. Hal itu tanpa disadari apa
yang dilakukannya merupakan bagian dari ajaran islam.
Istilah-istilah arab masuk dalam budaya Jawa, misalnya dalam wayang, aktor
janoko tidak lain adalah bahasa arab jannaka. Empat sekawan semar, gareng,
petruk, dan bagong merupakan produk personifikasi dari ucapan Ali bin Abi
Thalib "itsmar kalimosodo fatruk ma bagha" (berbuatlah
kebaikan, tinggalkan perbuatan sia-sia). Sedang kalimosodo, tidak
lain adalah kalimah syahadat. Istilah Majelis Permusyawaratan Rakyat atau DPR,
semuanya berbahasa arab. Masih banyak lagi istilah-istilah bahasa arab lainnya,
yang diadopsi menjadi bahasa Indonesia.
Dengan demikian, dinamika kreativitas seni budaya
islam seharusnya tidak boleh berhenti atau mandeg, karena bertentangan dengan
spirit seni islam yang tidak pernah diam (digambarkan oleh ayat dalam posisi
berdiri, duduk, ataupun berbaring). Apalagi spirit seni budaya islam itu telah
diwariskan oleh para pendahulu (al-sabiqun) dari kalangan ulama maupun ilmuan
lewat karya-karya seninya yang mengagumkan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Budaya dan seni
adalah dua hal yang sudah lama menjadi bagian dari kehidupan manusia. Seni dan
budaya ini selalu berkembang di setiap zamannya. Islam, sebagai agama Rahmatan
Lil Alamin juga menjadi salah satu bagian dari perkembangan budaya dan seni.
Banyak seni yang memasukkan nilai-nilai islam dalam karya seninya, misalnya
seni kaligrafi, nasyid, dan lainnya. Dalam setiap karya yang dihasilkan,
nilai-nilai Islam yang juga merupakan sebagai syiar Islam di kehidupan
bermasyarakat. Budaya pun berkembang dengan nilai-nilai Islam didalamnya.
Agama Islam mendukung kesenian selama tidak melenceng dari nilai-nilai agama.
Sebaliknya apabila seni itu bertentangan dengan ajaran agama dilarang secera
keras. Kesenian dalam islam diwujudkan dalam seni bangunan, arsitektur, lukis,
ukir, suara, tari dan berbagai macam seni lainnya. Apabila seni membawa manfaat
bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang dibenarkan
agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan
serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi
mendukung, tidak menentangnya. Karena ketika itu ia telah menjadi
salah satu nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia.
3.2
Saran
Dalam kaidah fiqh
disebutkan “al adatu muhakkamatun” artinya bahwa adat istiadat dan
kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia,
mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, budaya
tersebut tidak bertentangan dengan Islam. Ketika terdapat kebudayaan yang
bertentangan dengan Islam, maka kebudayaan itu harus dihindari.
Islam selalu memiliki batasan-batasan tertentu untuk mengatur umatnya agar
tidak melenceng dari ajaran Islam. Seni yang dikehendaki islam adalah seni yang
bisa mendatangkan manfaat, bukan mendatangkan mudarat seperti menimbulkan
kemungkaran, syirik, menimbulkan syahwat, dan lain sebagainya.
DAFTAR
PUSTAKA
‘Abd-ur-Rahmān Al-Baghdādī, SENI DALAM PANDANGAN
ISLAM (Seni Vokal, Musik dan Tari), Ref. Internet 3-12-2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar