Senin, 10 Oktober 2016

MAKALAH Lengkap Pandangan Islam Tentang Seni dan Budaya


                             PANDANGAN ISLAM TENTANG SENI DAN BUDAYA


     BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar belakang
                                    Islam merupakan agama yang luas dan fleksibel. Islam mengkaji banyak hal. Kajian ilmu dalam islam tidak hanya pada inti ajaran islam itu sendiri, melainkan juga pada ilmu lain yang relevan terhadap ajaran islam. Semua aspek dan hal dalam kehidupan manusia diatur oleh islam. Cakupan kajian islam sangatlah luas karena tidak ada satupun hal yang tidak diatur dan dibahas dalam islam, mulai dari keindahan dalam hal ini seni dan budaya, ilmu pengetahuan, hingga cara berpikir dengan filsafat. Islam agama yang mencintai keindahan sehingga dalam islam terdapat aspek hubungan islam dengan seni dan budaya. Islam merupakan agama yang berkembang, fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Namun hal ini perlu dipikirkan secara lebih mendasar, logis dan menyeluruh sehingga perkembangan yang terjadi tidak bertentangan dengan inti ajaran islam. Islam adalah agama yang sangat menghargai seni. Hampir dalam setiap masa penyebaran islam diberbagai belahan dunia, seni selalu dianggap sebagai cara dakwah yang paling tepat. Karena masyarakat akan lebih mudah memahami nilai-nilai yang dibawa oleh agama islam melalui seni tanpa perlu ada kekerasan. Setelah agama islam diterima hampir diseluruh dunia, timbul lah banyak jenis kebudayaan islam. Jenis kebudayaan disetiap daerah berbeda-beda. Namun, saat ini seluruh kebudayaan islam tersebut telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan semakin baik. Hal yang sangat mempengaruhi perkembangan kebudayaan islam adalah adanya konsep pengembangan budaya islam. Kebudayaan Islam adalah peradaban yang berdasarkan pada nilai-nilai ajaran islam. Nilai kebudayaan Islam dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang lahir di bidang ilmu pengetahuan agama dan bidang sains dan teknologi. Semua itu di ilhami oleh ayat-ayat Al Quran dan sunnah.
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah  SWT  kepada manusia sebagai rahmatan lil alamin atau rahmat bagi alam semesta. Hal itu membuat ajaran Islam tampil sebagai solusi dari segala permasalahan yang menimpa umat manusia. Upaya  Islam sebagai agama rahmatan lil alamin dibuktikan dengan peran wali songo yang begitu besar dalam penyebaran Islam khususnya di pulau Jawa. Salah satu cara yang digunakan wali songo adalah pendekatan melalui kebudayaan, misalnya kesenian. Hal itu menunjukkan bahwa wali songo mengutamakan jalan yang menjadikan masyarakat tertarik dan sarat dengan ajakan yang baik daripada mengedepankan hal-hal yang bersifat normatif dan tekstual. Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rahmat bagi alam semesta dan selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini.

1.2  Rumusan masalah
Kata agama dan kebudayaan merupakan dua kata yang seringkali bertumpang tindih, sehingga mengaburkan pamahaman kita terhadap keduanya. Banyak pandangan yang menyatakan agama merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan kebudayaan merupakan hasil dari agama. Hal ini seringkali membingungkan ketika kita harus   meletakan  agama (Islam) dalam konteks kehidupan kita sehari-hari. Seni dan   kebudayaan dalam  islam  juga memiliki  berbagai macam ragam dan corak yang berbeda-beda. Dari sini kami akan merumuskan permasalahan dalam pembahasan yaitu :
1.      Apa pengertian dan hakikat seni dan budaya dalam islam?
2.      Apa wujud kebudayaannya?
3.      Bagaimana prinsip-prinsip kebudayaan islam?
4.      Bagaimana hubungan antara agama dan budaya?
5.      Apa saja seni dan budaya islam?
6.      Bagaimana nilai islam dalam budaya Indonesia?
7.      Bagaimana hubungan islam dengan budaya lokal?



1.3  Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui seni dan kebudayaan dalam islam secara lebih mendalam. Selain itu untuk sebuah pemikiran dasar tentang apa dan bagaimana seni dan budaya islam berkembang sekarang.

1.4 Manfaat
 Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Memperoleh pengetahuan dan wawasan mengenai seni dan budaya dalam islam.
2. Memahami seni dan kebudayaan islam.
3. Menerapkan seni dan budaya islam yang sedang berkembang.

1.5. Ruang Lingkup
            Ruang lingkup seni dan budaya dalam islam berkaitan dengan seni dan budaya yang sedang berkembang saat ini. Jadi, seni dan budaya dalam islam memiliki segenap aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam perkembangannya serta memiliki batasan-batasan yang telah terdapat dalam al quran dan hadist. Ruang lingkup seni budaya dalam islam dapat di tinjau dari berbagai perspektif yang akan dijelaskan dalam pembahasan.


BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Seni Dan Budaya Dalam Islam
Secara umum  kata atau  term seni berarti ‘halus’(dalam rabaan) ‘kecil dan halus’, tipis dan halus’, ‘lembut dan enak (didengar), ‘mungil dan elok’(tubuh), ‘sifat halus’. Secara etimologis seni  dapat didefinisikan sebagai kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bermutu tinggi (Kamus, 1990 : 816). Ukuran tinggi itu jika orang lain bisa mengatakan indah, kagum,  atau luar biasa terhadap ciptaan tersebut.
   Sedangkan kebudayaan berasal dari kata Sansekerta, buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikianlah kebudayaan itu dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Dalam bahasa Arab terdapat istilah al tsaqafah dan al hadlarah. Para ahli sosial cenderung berpendapat bahwa kata al tsaqafah merujuk pada aspek ide, sedangkan kata al hadlarah menunjuk kepada aspek material. Maka, al hadlarah lebih tepat diterjemahkan sebagai culture. Kebudayaan mengandung pengertian meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, dan adat istiadat dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat (Munandar Soelaiman, 1992 dalam Zakky Mubarak, 2010).
Menurut Koentjaraningrat wujud kebudayaan meliputi :
            1. Wujud Ideal
                        Wujud ideal merupakan ide-ide, norma, peraturan, hukum dan sebagainya.
2. Wujud Tingkah Laku
                        Wujud tingkah laku berupa aktifitas tingkah laku berpola dari manusia dalam masyarakat. Pola tingkah laku yang mendasar dan dimaksudkan dalam ajaran Islam meliputi hal-hal sebagai berikut :
ü Ketakwaan, beriman, cinta dan takut kepada Allah SWT.
ü Penyerahan diri.
ü Kebenaran menciptakan pola tingkah laku setia pada realita atau suatu pendekatan realistis terhadap kehidupan dan ketulusan.
ü Keadilan baik terhadap diri sendiri, maupun orang lain atau makhluk lain.
ü Cinta terhadap makhluk tuhan.
ü Hikmah mendorong seseorang untuk menumbuhkan tingkah laku berdasarkan keilmuan.
ü Keindahan membuahkan kemanisan, kelembutan dan keluwesan yang muncul dalam moral dan kebiasaan.
3. Wujud Benda
Wujud benda merupakan hasil karya. Peradaban sering disebut untuk kebudayaan yang memiliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan sebagainya. Maka peradaban adalah bagian dari kebudayaan, tapi tidak sebaliknya.

            Menurut J.J Hoeningman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga gagasan, menjadi gagasan, aktivitas dan artefak.
1. Gagasan (Wujud Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang terbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di dalam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati serta didokumentasikan.
3. Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktifitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret dari ketiga wujud kebudayaan.
            Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh : wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
            Menurut Zakky Mubarrak, dilihat dari dimensi wujud, kebudayaan dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
            1.  Kompleks gagasan, konsep, dan fikiran manusia. Wujud dari budaya ini masih abstrak, tidak kasat mata, dan berada pada jiwa manusia.
            2.  Kompleks aktivitas berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat konkrit, kasat mata, dapat diamati dan diobservasi. Wujudnya sering disebut sistem sosial.
            3.  Wujud kebudayaan berupa benda. Aktivitas manusia yang saling berinteraksi dipastikan selalu menggunakan sarana dan peralatan, sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Aktivitas dari karya manusia tersebut menghasilkan berbagai macam benda. Benda-benda itu bisa berwujud benda bergerak atau benda yang tidak bergerak.
            Unsur-unsur kebudayaan terdiri dari tujuh macam, yaitu :
Ø  Bahasa,
Ø  Sistem teknologi,
Ø  Sistem mata pencaharian,
Ø  Organisasi sosial,
Ø  Sistem pengetahuan,
Ø  Religi,
Ø  Kesenian.
           
Sedangkan jika kita membahas masalah seni, seni merupakan bagian dari kebudayaan yang menekankan pada persoalan nilai kehidupan. Seni merupakan ekspresi dari jiwa yang halus dan indah yang lahir dari bagian yang terdalam dari jiwa manusia yang didorong oleh kecenderungan pada keindahan. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia atau fitrah yang dianugerahkan Tuhan. Seni dikaitkan dengan keindahan, bagus, cantik, elok, molek, dan sebagainya. Segala sesuatu yang memiliki keindahan merupakan hasil seni. Seni ada yang bersal dari hasil karya manusia ada pula yang bersifat alamiah. Seni selalu berusaha memberikan makna yang sepenuhnya mengenai obyek yang diungkapkan. Keindahan juga bersifat universal, maksudnya tidak terikat oleh selera individu, waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan atau lokal (Ismala Dewi dkk, 2009 dalam Zakky Mubarak, 2010). Agama Islam mendukung kesenian selama tidak melenceng dari nilai-nilai agama. Kesenian dalam Islam diwujudkan dalam seni bangunan, arsitektur, lukis, ukir, suara, tari, dan lain-lain.


Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar   yaitu : visual arts dan performing arts, yang mencakup seni rupa (melukis, memahat, mengukir), seni pertunjukan (tari, musik), seni teater (drama, wayang), seni arsitektur (rumah dan bangunan). Aspek ilmu pengetahuan meliputi science (ilmu-ilmu eksakta) dan humaniora (sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah).

Dari ENSIKLOPEDI INDONESIA (lihat “Ensiklopedi Indonesia” PT. Ikhtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta. Jilid V halaman 3080 dan 3081). dipetik bahwa definisi seni yaitu penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama).beberapa jenis seni estetika (Seni estetika adalah seni halus (fine art) yang meliputi seni lukis, pahat, bina tari, musik, pentas, film, dan kesusasteraan. Pengertian halus di sini karena ia mewujūdkan melalui perasaan) yaitu seni musik, seni suara, dan seni tari.
1. SENI MUSIK.
Seni musik (instrumental art) adalah bidang seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat musik tersebut. Bidang ini membahas cara menggunakan instrumen musik. Masing-masing alat musik memiliki nada tertentu. Di samping itu seni musik, misalnya musik vokal dan musik instrumentalia.
Seni musik dapat disatukan dengan seni instrumental atau seni vokal. Seni instrumentalia adalah seni suara yang diperdengarkan melalui media alat-alat musik, sedangkan seni vokal adalah melagukan syair yang hanya dinyanyikan dengan perantaraan oral (suara saja) tanpa iringan intrusmen musik.
2. SENI PENDENGARAN.
Seni pendengaran (auditory art) adalah bidang seni yang menggunakan suara (vokal maupun instrumental) sebagai medium pengutaraan, baik dengan alat-alat tunggal (biola, piano dll) maupun dengan alat majemuk seperti orkes simponi, band, juga lirik puisi berirama atau prosa yang tidak berirama, serta perpaduan nada dan kata seperti lagu asmara, qashīdah dan tembang (jawa). Seni inilah yang menjadi topik bahasan.

3. SENI TARI.
Seni tari adalah seni menggerakkan tubuh secara berirama dengan iringan musik. Gerakannya dapat sekadar dinikmati sendiri, merupakan ekspresi suatu gagasan atau emosi, dan cerita (kisah). Seni tari juga digunakan untuk mencapai ekskatase (semacam mabuk atau tak sadar diri) bagi yang melakukannya.

2.2 Pandangan  Islam Terhadap Seni dan Budaya
Seni menurut Islam hakikatnya sebuah refleksi dan ekspresi dari berbagai cita rasa, gagasan dan ide sebagai media komunikasi yang bergaya estetis untuk menggugah citarasa inderawi dan kesadaran manusiawi dalam memahami secara benar berbagai fenomena, panorama dan aksioma yang menyangkut dimensi alam, kehidupan, manusia dan keesaan/keagungan rabbani berdasarkan konsepsi ilahi dan nilai-nilai fitri yang tertuang dan tersajikan dalam bentuk suara/ucapan, lukisan/tulisan, gerak dan berbagai implementasi dan apresiasi lainnya.
            Seni realitanya sebagai suatu media komunikasi, interpretasi, sekaligus kreasi. Maka dalam menilai sebuah apresiasi seni tidak dapat dielakkan dari unsur-unsur dan dimensi-dimensi integralnya yang menyangkut; keyakinan, ideologi, motivasi, pola pikir, kepekaan, kepedulian, arah dan tujuan di samping aspek gaya dan estetikanya.
            Oleh karenanya, tiada satu pun bentuk apresiasi dan karya seni yang bebas nilai. Maka dalam menilai satu seni sebagai seni Islam diperlukan kriteria dan rambu-rambu syariah yang jelas sehingga dapat mudah membedakan dan memilahkannya dari kesenian jahiliah meskipun bernama ataupun menyebut lafal keislaman.
Masyarakat kaum Muslimīn dewasa ini umumnya menghadapi kesenian sebagai suatu masalah hingga timbul berbagai pertanyaan, bagaimana hukum tentang bidang yang satu ini, boleh, makrūh atau harām? Di samping itu dalam praktek kehidupan sehari-hari, sadar atau tidak, mereka juga telah terlibat dengan masalah seni. Bahkan sekarang ini bidang tersebut telah menjadi bagian dari gaya hidup mereka dan bukan hanya bagi yang berdomisilli (bertempat kediaman tetap; bertempat kediaman resmi) di kota. Umat kita yang berada di desa dan di kampung pun telah terasuki.(penetrate, possess).
Media elektronika seperti radio, radiokaset, televisi, dan video telah menyerbu pedesaan. Media ini telah lama mempengaruhi kehidupan anak-anak mudanya. Kehidupan di kota bahkan lebih buruk lagi. Tempat-tempat hiburan (ma‘shiat) seperti “night club”, bioskop dan panggung pertunjukkan jumlahnya sangat banyak dan telah mewarnai kehidupan pemuda-pemudanya.
Sering kita melihat anak-anak muda berkumpul di rumah teman-temannya. Mereka mencari kesenangan dengan bernyanyi, menari bersama sambil berjoget tanpa mempedulikan lagi hukum halāl-harām. Banyak di antara mereka yang berpikir bahwa hidup itu hanya untuk bersenang-senang, jatuh cinta, pacaran, dan lain-lain.
Adapun berbagai macam pandangan para ulama’ pada seni, antara lain ;
1.      Imām Asy-Syaukānī, dalam kitabnya NAIL-UL-AUTHĀR menyatakan sebagai berikut (Lihat Imām Asy-Syaukānī, NAIL-UL-AUTHĀR, Jilid VIII, hlm. 100-103):
a.       Para ‘ulamā’ berselisih pendapat tentang hukum menyanyi dan alat musik. Menurut mazhab Jumhur adalah harām, sedangkan mazhab Ahl-ul-Madīnah, Azh-Zhāhiriyah dan jamā‘ah Sūfiyah memperbolehkannya.
b.      Abū Mansyūr Al-Baghdādī (dari mazhab Asy-Syāfi‘ī) menyatakan: “‘ABDULLĀH BIN JA‘FAR berpendapat bahwa menyanyi dan musik itu tidak menjadi masalah. Dia sendiri pernah menciptakan sebuah lagu untuk dinyanyikan para pelayan (budak) wanita (jawārī) dengan alat musik seperti rebab. Ini terjadi pada masa Amīr-ul-Mu’minīn ‘Alī bin Abī Thālib r.a.
c.       Imām Al-Haramain di dalam kitābnya AN-NIHĀYAH menukil dari para ahli sejarah bahwa ‘Abdullāh bin Az-Zubair memiliki beberapa jāriyah (wanita budak) yang biasa memainkan alat gambus. Pada suatu hari Ibnu ‘Umar datang kepadanya dan melihat gambus tersebut berada di sampingnya. Lalu Ibnu ‘Umar bertanya: “Apa ini wahai shahābat Rasūlullāh? ” Setelah diamati sejenak, lalu ia berkata: “Oh ini barangkali timbangan buatan negeri Syām,” ejeknya. Mendengar itu Ibnu Zubair berkata: “Digunakan untuk menimbang akal manusia.”
d.      Ar-Ruyānī meriwayatkan dari Al-Qaffāl bahwa mazhab Maliki membolehkan menyanyi dengan ma‘āzif (alat-alat musik yang berdawai).
e.       Abū Al-Fadl bin Thāhir mengatakan: “Tidak ada perselisihan pendapat antara ahli Madīnah tentang, menggunakan alat gambus. Mereka berpendapat boleh saja.”
f.       Ibnu An Nawawi di dalam kitabnya AL-‘UMDAH mengatakan bahwa para shahābat Rasūlullāh yang membolehkan menyanyi dan mendengarkannya antara lain ‘Umar bin Khattāb, ‘Utsmān bin ‘Affān, ‘Abd-ur-Rahmān bin ‘Auf, Sa‘ad bin Abī Waqqās dan lain-lain. Sedangkan dari tābi‘īn antara lain Sa‘īd bin Musayyab, Salīm bin ‘Umar, Ibnu Hibbān, Khārijah bin Zaid, dan lain-lain.


2.      Abū Ishāk Asy-Syirāzī dalam kitābnya AL-MUHAZZAB (Lihat Abū Ishāk Asy-Syirāzī, AL-MUHAZZAB, Jilid II, hlm. 237)berpendapat:
a.       Diharāmkan menggunakan alat-alat permainan yang membangkitkan hawa nafsu seperti alat musik gambus, tambur (lute), mi‘zah (sejenis piano), drum dan seruling.
b.      Boleh memainkan rebana pada pesta perkawinan dan khitanan. Selain dua acara tersebut tidak boleh.
c.         Dibolehkan menyanyi untuk merajinkan unta yang sedang berjalan. 
d.      Al-Alūsī dalam tafsīrnya RŪH-UL-MA‘ĀNĪ (Lihat Al-Alūsī dalam tafsīrnya RŪH-UL-MA‘ĀNĪ, Jilid XXI, hlm. 67-74).
e.       Al-Muhāsibi di dalam kitābnya AR-RISĀLAH berpendapat bahwa menyanyi itu harām seperti harāmnya bangkai.
f.       Ath-Thursusi menukil dari kitāb ADAB-UL-QADHA bahwa Imām Syāf‘ī berpendapat menyannyi itu adalah permainan makrūh yang menyerupai pekerjaan bāthil (yang tidak benar). Orang yang banyak mengerjakannya adalah orang yang tidak beres pikirannya dan ia tidak boleh menjadi saksi.
g.      Al-Manawi mengatakan dalam kitābnya: ASY-SYARH-UL-KABĪR bahwa menurut mazhab Syāfi‘ī menyanyi adalah makrūh tanzīh yakni lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan agar dirinya lebih terpelihara dan suci. Tetapi perbuatan itu boleh dikerjakan dengan syarat ia tidak khawatir akan terlibat dalam fitnah.
h.      Dari murīd-murīd Al-Baghāwī ada yang berpendapat bahwa menyanyi itu harām dikerjakan dan didengar.
i.        Ibnu Hajar menukil pendapat Imām Nawawī dan Imām Syāfi‘ī yang  mengatakan bahwa harāmnya (menyanyi dan main musik) hendaklah dapat dimengerti karena hāl demikian biasanya disertai dengan minum arak, bergaul dengan wanita, dan semua perkara lain yang membawa kepada maksiat. Adapun nyanyian pada saat bekerja, seperti mengangkut suatu yang berat, nyanyian orang ‘Arab untuk memberikan semangat berjalan unta mereka, nyanyian ibu untuk mendiamkan bayinya, dan nyanyian perang, maka menurut Imām Awzā‘ī adalah sunat.
j.        Jamā‘ah Sūfiah berpendapat boleh menyanyi dengan atau tanpa iringan alat-alat musik.
Sebagian ‘ulamā’ berpendapat boleh menyanyi dan main alat musik tetapi hanya pada perayaan-perayaan yang memang dibolehkan Islam, seperti pada pesta pernikahan, khitanan, hari raya dan hari-hari lainnya.
k.      Al-‘Izzu bin ‘Abd-us-Salām berpendapat, tarian-tarian itu bid‘ah. Tidak ada laki-laki yang mengerjakannya selain orang yang kurang waras dan tidak pantas, kecuali bagi wanita.Adapun nyanyian yang baik dan dapat mengingatkan orang kepada ākhirat tidak mengapa bahkan sunat dinyanyikan.
l.        Imām Balqinī berpendapat tari-tarian yang dilakukan di hadapan orang banyak tidak harām dan tidak pula makrūh karena tarian itu hanya merupakan gerakan-gerakan dan belitan serta geliat anggota badan. Ini telah dibolehkan Nabi s.a.w. kepada orang-orang Habsyah di dalam masjid pada hari raya.
m.    Imām Al-Mawardī berkata: “Kalau kami mengharamkan nyanyian dan bunyi-bunyian alat-alat permainan itu maka maksud kami adalah dosa kecil bukan dosa besar.”

3.      ‘ABD-UR-RAHMĀN AL-JAZARĪ di dalam kitabnya AL-FIQH ‘ALĀ AL-MADZĀHIB-IL ARBA‘A(Lihat ‘Abd-ur-Rahmān Al-Jazarī, AL-FIQH ‘ALĀ AL-MADZĀHIB-IL ARBA‘A, Jilid II, hlm. 42-44)mengatakan:
a.       ‘Ulamā’-‘ulamā’ Syāfi‘iyah seperti yang diterangkan oleh Al-Ghazali di dalam kitab IHYA ULUMIDDIN. Beliau berkata: “Nash nash syara’ telah menunjukkan bahwa menyanyi, menari, memukul rebana sambil bermain dengan perisai dan senjata-senjata perang pada hari raya adalah mubah (boleh) sebab hari seperti itu adalah hari untuk bergembira. Oleh karena itu hari bergembira dikiaskan untuk hari-hari lain, seperti khitanan dan semua hari kegembiraan yang memang dibolehkan syara’.
b.      Al-Ghazali mengutip perkataan Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa sepanjang pengetahuannya tidak ada seorangpun dari para ulama Hijaz yang benci mendengarkan nyanyian, suara alat-alat musik, kecuali bila di dalamnya mengandung hal-hal yang tidak baik. Maksud ucapan tersebut adalah bahwa macam-macam nyanyian tersebut tidak lain nyanyian yang bercampur dengan hal-hal yang telah dilarang oleh syara’.
c.       Para ulama Hanfiyah mengatakan bahwa nyanyian yang diharamkan itu adalah nyanyian yang mengandung kata-kata yang tidak baik (tidak sopan), seperti menyebutkan sifat-sifat jejaka (lelaki bujang dan perempuan dara), atau sifat-sifat wanita yang masih hidup(“menjurus” point, lead in certain direction, etc.). Adapun nyanyian yang memuji keindahan bunga, air terjun, gunung, dan pemandangan alam lainya maka tidak ada larangan sama sekali. Memang ada orang orang yang menukilkan pendapat dari Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa ia benci terhadap nyanyian dan tidak suka mendengarkannya. Baginya orang-orang yang mendengarkan nyanyian dianggapnya telah melakukan perbuatan dosa. Di sini harus dipahami bahwa nyanyian yang dimaksud Imam Hanafi adalah nyanyian yang bercampur dengan hal-hal yang dilarang syara’.
d.      Para ulama Malikiyah mengatakan bahwa alat-alat permainan yang digunakan untuk memeriahkan pesta pernikahan hukumnya boleh. Alat musik khusus untuk momen seperti itu misalnya gendang, rebana yang tidak memakai genta, seruling dan terompet.
e.       Para ulama Hanbaliyah mengatakan bahwa tidak boleh menggunakan alat-alat musik, seperti gambus, seruling, gendang, rebana, dan yang serupa dengannya. Adapun tentang nyanyian atau lagu, maka hukumnya boleh. Bahkan sunat melagukannya ketika membacakan ayat-ayat Al-Quran asal tidak sampai mengubah aturan-aturan bacaannya.


2.3 Prinsip-Prinsip Kebudayaan Islam
            Sendi perumusan prinsip-prinsip kebudayaan islam antara lain :
1.      Sumber segala sesuatu adalah Allah karena dari-Nya berasal semua ciptaan.
2.      Diembankan amanah khalifah kepada manusia.
3.      Manusia diberi potensi yang lebih dibanding makhluk lainnya.
4.      Ditundukkan ciptaan Allah yang lain kepada manusia, baik tanah, air, angin, tumbuhan dan hewan.
5.      Dinyatakan bahwa semua fasilitas dan amanah tersebut akan diminta pertanggungjawabannya kelak.
            Dengan berbagai kelebihan dan fasilitas yang diberikan oleh Allah kepada manusia, beserta tanggung jawab atas semua itu, manusia melahirkan berbagai ide dan muncul keinginan untuk selalu berbuat dan berkarya. Dan pada puncaknya, manusia akan menghasilkan apa yang disebut dengan kebudayaan. Prinsip-prinsip yang diperlukan untuk menghasilkan kebudayaan yang Islami antara lain :
1.      Dibangun atas dasar nilai-nilai Illahiyah.
2.      Munculnya sebagai pengembangan dan pemenuhan kebutuhan manusia.
3.      Sasaran kebudayaan adalah kebahagiaan manusia, keseimbangan alam dan penghuninya.
4.      Pengembangan ide, perbuatan dan karya, dituntut sesuai kemampuan maksimal manusia.
5.      Keseimbangan individu, sosial dan anatara makhluk lain dengan alam merupakan cita tertinggi dari kebudayaan.
            Prinsip kebudayaan dalam Islam adalah suatu di antara dua alternatif. Sepanjang sejarah umat manusia, kebudayaan hanya mempunyai dua model yaitu “membangun” atau “merusak”. Kedua model itu hidup dan berkembang dan saling bergantian (Al-Anbiya : 104). Selain itu prinsip kebudayaan dalam pandangan Islam adalah adanya ruh (jiwa) di dalamnya dan ruh itu tidak lain adalah wahyu Allah (Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul-Nya), seperti yang telah di nyatakan oleh surat Asy-Syuraa : 52-53. Jika ruh kebudayaan adalah wahyu Allah, maka kebudayaan bergerak ke arah kemajuan atau membangun. Dan sebaliknya jika ruh kebudayaan bukan berasal dari wahyu Allah maka arah kebudayaan ialah akan merusak.

2.4 Pengaruh Dan Nilai Seni Dan Budaya Terhadap Islam
Diantara kaedah - kaedah (rambu-rambu) yang menjadi kriteria seni dalam islam tersebut, menurut Yusuf al-Qaradhawi, adalah :
v  Harus mengandung pesan-pesan kebijakan dan ajaran kebaikan diantara sentuhan estetikanya agar terhindar laghwun (perilaku absurdisme, hampa, sia-sia),
v  Menjaga dan menghormati nilai -nilai susila islam dalam pertunjukannya,
v  Tetap menjaga aurat dan menghindari erotisme dan keseronokan,
v  Menghindari semua syair, teknik, metode, sarana dan instrumen yang diharamkan syari'at terutama yang meniru gaya khas ritual religius agama lain (tasyabbuh bil kuffar) dan yang menjurus kemusyrikan,
v  Menjauhi kata-kata, gerakan, gambaran yang tidak mendidik atau meracuni fitrah,
v  Menjaga disiplin dan prinsip hijab,
v  Menghindari perilaku takhnnus (kebancian),
v  Menghindari fitnah dan prkatek kemaksiatan dalam penyajian dan pertunjukannya,
v  Dilakukan dan dinikamti sebatas keperluan dan menghindari berlebihan (israf dan tabdzir) sehingga melalaikan kewajiban kepada Allah.
            Menurut islam seni bukan sekedar untuk seni yang absurb dan hampa nilai (laghwun). Keindahan bukan berhenti pada keindahan dan kepuasan estetis, sebab semua aktifitas hidup tidak terlepas dari lingkup ibadah yang universal. Seni islam harus memiliki semua unsur pembentuknya yang penting yaitu ; jiwany, prinsipnya, metode, cara penyampaiannya, tujuan dan sasaran. Motovasi seni islam adalah spirit ibadah kepada Allah swt, bukan mencari popularitas ataupun materi duniawi semata. Seni islam harus memiliki risalah dakwah melalui sajian seninya yaitu melalui tiga pesan :
            a.       Ketauhidan : dengan menguak dan mengungkap kekuasaan, keagungan dan transendensi (kemahaannya) dalam segala-galanya, ekspresi dan penghayatan keindahan alam, ketakberdayaan manusia dan ketergantungannya terhadap Allah, prinsip-prinsip uluhiyah dan 'ubudiyah.
            b.      Kemanusiaan dan penyelamatan HAM serta memelihara lingkungan : seperti  mengutuk kedzaliman/penindasan, penjajahan, perampasan hak, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, memberantas kriminalitas, kejahatan, kebodohan, kemiskinan, perusakan lingkungan hidup, menganjurkan keadilan, kasih sayang, kepedulian sosial-alam dsb.
            c.       Akhlak dan Kepribadian Islam : seperti pengabdian, kesetiaan, kepahlawanan atau kesatriaan, solidaritas, kedermawanan, kerendahan hati, keramahan, kebijaksanaan, perjuang atau kesungguhan, keikhlasan, dst. Juga penjelasan nilai-nilai keislaman dalam berbagai segi menyangkut keluarga dan kemasyarakatan, pendidikan, ekonomi, dan politik.
            Puncak dari manifestasi seni islam adalah al-Quran. Maka dari itu ukuran jiwa seni bagi setiap muslim itu adalah seberapa besar kesadaran dan penghayatan nilai-nilai al-Quran tersebut menumbuhkan kesadaran terhadap ayat-ayat Tuhan lainnya, yakni jagad raya ini (ayat kauniyah). Artinya, estetika dan harmoni seni islam tidak saja diwarnai oleh nilai-nilai al-Quran, lebih jauh seni islam terhampar pada gelaran jagad raya yang tiada cacatnya. Semuanya Allah ciptakan dengan kecermatan yang sempurna, tidak ada segi dan unsurnya yang sia-sia atau kerancuan (bathilah), semua serba melengkapi dan mendukung membentuk kesatuan fitrah panorama yang indah (Q.s. Ali 'Imran/3:190-191).

Islam masuk ke indonesia lengkap dengan budayanya. Oleh karena islam besar dari negeri arab, maka islam yang masuk ke Indonesia, dirasakan sangat sulit membedakan mana ajaran islam dan mana budaya Arab. Masyarakat awam menyamakan antara perilaku yang ditampilkan orang arab dengan perilaku ajaran islam. Seolah-olah apa yang dilakukan orang arab masih melekat pada tradisi masyarakat Indonesia.
            Dalam perkembangan dakwah islam di Indonesia, pada da'i mendakwahkan ajaran islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan para wali di tanah jawa. Kehebatan para wali adalah kemampuannya dalam mengemas ajaran islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka.
            Lebih jauh lagi nilai-nilai islam sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan mereka. Seperti dalam upacara-upacara adat dan dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Bahasa arab sudah banyak masuk ke dalam bahasa daerah, bahkan ke dalam bahasa Indonesia yang baku. Hal itu tanpa disadari apa yang dilakukannya merupakan bagian dari ajaran islam.
            Istilah-istilah arab masuk dalam budaya Jawa, misalnya dalam wayang, aktor janoko tidak lain adalah bahasa arab jannaka. Empat sekawan semar, gareng, petruk, dan bagong merupakan produk personifikasi dari ucapan Ali bin Abi Thalib "itsmar kalimosodo fatruk ma bagha" (berbuatlah kebaikan, tinggalkan perbuatan sia-sia). Sedang kalimosodo, tidak lain adalah kalimah syahadat. Istilah Majelis Permusyawaratan Rakyat atau DPR, semuanya berbahasa arab. Masih banyak lagi istilah-istilah bahasa arab lainnya, yang diadopsi menjadi bahasa Indonesia.
Dengan demikian, dinamika kreativitas seni budaya islam seharusnya tidak boleh berhenti atau mandeg, karena bertentangan dengan spirit seni islam yang tidak pernah diam (digambarkan oleh ayat dalam posisi berdiri, duduk, ataupun berbaring). Apalagi spirit seni budaya islam itu telah diwariskan oleh para pendahulu (al-sabiqun) dari kalangan ulama maupun ilmuan lewat karya-karya seninya yang mengagumkan.





BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Budaya dan seni adalah dua hal yang sudah lama menjadi bagian dari kehidupan manusia. Seni dan budaya ini selalu berkembang di setiap zamannya. Islam, sebagai agama Rahmatan Lil Alamin juga menjadi salah satu bagian dari perkembangan budaya dan seni. Banyak seni yang memasukkan nilai-nilai islam dalam karya seninya, misalnya seni kaligrafi, nasyid, dan lainnya. Dalam setiap karya yang dihasilkan, nilai-nilai Islam yang juga merupakan sebagai syiar Islam di kehidupan bermasyarakat. Budaya pun berkembang dengan nilai-nilai Islam didalamnya.
            Agama Islam mendukung kesenian selama tidak melenceng dari nilai-nilai agama. Sebaliknya apabila seni itu bertentangan dengan ajaran agama dilarang secera keras. Kesenian dalam islam diwujudkan dalam seni bangunan, arsitektur, lukis, ukir, suara, tari dan berbagai macam seni lainnya. Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah  hidup dan  hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukung, tidak menentangnya. Karena ketika itu ia telah  menjadi  salah satu  nikmat  Allah  yang dilimpahkan kepada manusia.

3.2 Saran
Dalam kaidah fiqh disebutkan “al adatu muhakkamatun” artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, budaya tersebut tidak bertentangan dengan Islam. Ketika terdapat kebudayaan yang bertentangan dengan Islam, maka kebudayaan itu harus dihindari.
            Islam selalu memiliki batasan-batasan tertentu untuk mengatur umatnya agar tidak melenceng dari ajaran Islam. Seni yang dikehendaki islam adalah seni yang bisa mendatangkan manfaat, bukan mendatangkan mudarat seperti menimbulkan kemungkaran, syirik, menimbulkan syahwat, dan lain sebagainya.



 
 
  
DAFTAR PUSTAKA

‘Abd-ur-Rahmān Al-Baghdādī, SENI DALAM PANDANGAN ISLAM (Seni Vokal, Musik dan Tari), Ref. Internet 3-12-2008.














































Tidak ada komentar:

Posting Komentar